Sabtu, 07 November 2015

jenis jenis kaligrafi

Jenis Jenis Kaligrafi Islam

 
sejarah kaligrafi calligraphy history
ashwagi.com

Sejarah Munculnya Ragam Kaligrafi

Jenis jenis Kaligrafi Islam dibedakan berdasarkan bentuk huruf dan fungsi tulisan tersebut. Tulisan untuk dokumen dokumen resmi misalnya, menggunakan jenis jenis kaligrafi tertentu yang berbeda dengan tulisan tulisan kaligrafi untuk hiasan dan sampul sampul buku. Para tokoh kaligrafi, sejak abad ke-3 H / 9 M telah mengembangkan beragam jenis tulisan dan memberikan nama nama tertentu untuk membedakannya dengan yang lain.

Maka banyaklah sebutan sebutan untuk jenis jenis kaligrafi. Sebutan sebutan itu cukup membingungkan karena satu jenis tulisan kaligrafi disebut dengan nama nama yang bermacam macam.

Ibnu Nadim menyebutkan ada 40 jenis kaligrafi dengan sebutan sendiri sendiri. Sementara Muhammad Bin Sulaiman al-Rawandi menyebutnya ada 70.  Yang lain  menyebutkan ada 150 jenis kaligrafi.  Bahkan ada yang menyebutkan 120 jenis untuk kaligrafi model kufi saja.

Sebagai misal, nama nama jenis kaligrafi saat itu antara lain : jalil, tsulus, tsulutsain, tsulus tsaqil, gubar, tumar, lu'lu'iy, musalsal, mudabbaj, masyaq, tajawid, muhaqqaq, munamnam, musahham, mabsuth dan seterusnya.

Baca juga : Kaligrafi ditulis dengan kuas bulu babi ?

Jenis Jenis Kaligrafi Asasi

Dari penjelasan diatas, apa yang mereka sebut sebagai jenis jenis kaligrafi itu, sebenarnya bukan jenis jenis yang betul betul memiliki karakteristik sendiri. Banyak bentuk yang mirip satu sama lain, sehingga bisa dimasukkan dalam satu kategori saja. Maka pada perkembangan selanjutnya, secara alami, ada nama nama jenis kaligrafi yang unggul dan digunakan sampai sekarang, ada juga yang pelan pelan dilupakan orang.

Jenis jenis kaligrafi tersebut pada akhirnya menjadi paten dan memiliki kaidah kaidah masing masing. Jenis jenis kaligrafi tersebut yang masih dikenal pada masa kini antara lain :

1.  Kufi

Adalah jenis tulisan kaligrafi tertua yang dikenal dalam Islam. Dengan tulisan Kufi ini Al-Qurán pertama kali ditulis. Ciri utamanya adalah torehannya kaku bersudut, karena mulanya memang ditorehkan dengan pisau diatas tulang, batu batu, atau pelepah kurma.
Nama Kufi diambil dari nama kota Kufah di Irak, kota yang dibangun oleh Khalifah Umar bin Al-Khattab. Kaligrafi Kufi kemudian berkembang menjadi sangat indah pada masa Daulah Abbasiyah, dengan memasukkan unsur unsur hiasan dan ornamen khas kedalamnya. 

Kufi asli memiliki ciri ciri tidak bertitik, dan tidak bersyakal serta dibiarkan asli tanpa hiasan. Sedangkan Kufi yang sudah berkembang, banyak mengambil bentuk bentuk yang lebih beragam, dan banyak digunakan dalam karya karya arsitektur, untuk menghiasi masjid, makam, dan istana raja raja. 
Kuufi
Kufi Karya Jamal Isa al-Kabbasyi berbunyi : wa min haitsu kharajta
fa walli wajhaka syatrol masjidil harom...(al Baqarah : 150)

2.   Naskhi

Jenis Tulisan ini muncul pada akhir abad ke 5 Hijriyah. Ini adalah jenis kaligrafi modifikasi dari tulisan Kufi, yang muncul mengiringi maraknya penulisan buku dan Al-Quran. Karena itu ia disebut "naskh". Karena secara luas digunakan untuk "naskh al-Quran". Pada awal kemunculannya, jenis kaligrafi ini disebut "badi' " . Kaidah kaidah kaligrafi ini di sempurnakan oleh al- Wazir Ibnu Muqlah.
Kaligrafi Naskhi ini memiliki karakteristik lembut, dan jelas dibaca. Apalagi bila kemudian diberi syakal dan titik. Naskhi tidak digunakan dalam bentuk "tarkib" (bertumpuk tumpuk seperti halnya Tsuluts), melainkan datar mengikuti garis. Pada masa belakangan, gaya naskhi menjadi tulisan baku untuk buku buku dan karya karya ilmiyah (termasuk untuk penulisan menggunakan mesin cetak dan komputer). 

Kaligrafi jenis Naskhi ini biasanya diajarkan pertama kali sebelum mempelajari yang lain. Perlu latihan tekun dan banyak pengulangan untuk benar benar menguasainya.
kaligrafi naskh mudawwar
Naskhi berisi ucapan ucapan Ali r.a ketika menceritakan sifat sifat Nabi SAW

3.   Farisi / Nastaliq

Disebut FARISI karena ia muncul dan populer dinegeri negeri Persia (Farsi). Disebut TA'LIQ, karena cara penulisannya seperti gaya penulisan catatan kaki yang lazimnya miring kebawah dari kanan kekiri. Disebut NASTALIQ karena fungsinya mirip dengan Naskhi yaitu sebagai tulisan standar bagi buku buku pengetahuan (sampai hari ini buku buku pengetahuan berbahasa Persia dan website website mereka masih menggunakan Farisi disamping Syikastah). Jadi Nasta'liq adalah gabungan dari kata Naskh dan Ta'liq.

Untuk menguasai tulisan ini pun sangat sulit dan perlu latihan yang banyak. Diperlukan dua mata pena untuk menuliskannya karena satu huruf memiliki ketebalan yang berbeda. Para Ustadz kaligrafi berkata :
 "Siapa yang belum menguasai kaligrafi Farisi dan Tsulutsy, maka ia belum disebut khattat".
Farisi memiliki cabang/pecahan  yang disebut : Syikastah yang banyak digunakan di Iran, Afghanistan dan Pakistan. Orang yang pertama menciptakannya adalah khattaat Syafi'an. Syikastah tidak boleh digunakan untuk menulis Al-Qurán karena sulit dibaca.  Berikut ini contoh Farisi dan Syikastah :
Farisi
Farisi Karya Ali Tawiyy berbunyi
"semua ilmu, yang tidak ditulis dikertas akan hilang
Semua kejahatan yang terulang dua kali akan tersiar "
Syikastah
Syikastah tulisan Khattat Mahdi :
Ada yang tahu bunyinya ? karena saya tidak tahu....

4.   Tsulus

Ini adalah jenis kaligrafi yang paling gagah, mewah dan elegan. Sebagaimana dikatakan, tsuluts menjadi syarat bagi seseorang untuk digelari "khattaat", karena memang sangat sulit mempelajarinya. Kaligrafi tsuluts dibagi 2 : tsuluts 'aady atau tsuluts biasa. Ditulis menggunakan pena berukuran minimal 4 mm, ditulis dengan gaya biasa, jarang dibuat menjadi bentuk bentuk yang rumit. Yang kedua adalah tsuluts jaliy ditulis dengan pena berukuran dua kali lipat tsuluts biasa, dan sering dikreasikan dalam bentuk bentuk yang rumit. Yang paling rumit adalah model ma'kus  (berpantulan).
Tsuluts áady karya Usman Ozcay berisi maqolah tentang mencintai Allah

Tsuluts Jaliy (Jaliy Tsuluts) karya Dawud Bektasy dibentuk murokkab
(bertumpuk tumpuk) berbunyi : maa kaana Muhammadun abaa ahadin min rijalikum...)
Tsuluts jaliy ma'kus (berpantulan) karya Hasyim Muhammad berbunyi :
"wamaa utitum minal ilmi illa qalilan".

5.   Diwany

Jenis Kaligrafi ini sempat menjadi tulisan yang dirahasiakan oleh Daulah Usmaniyah karena keindahannya. Selanjutnya, setelah Sultan Muhammad Al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel tahun 857 H, penggunaan Diwany mulai dipublikasikan meski terbatas pada penulisan diwan diwan resmi (pembukuan dokumen) Kerajaan Usmaniyah. Dan dari situlah jenis kaligrafi ini memperoleh namanya.

Sering disebutkan, bahwa yang pertama kali meletakkan kaidah kaidah Diwany adalah Ibrahim Munif At Turki. Selanjutnya Diwany memiliki tiga aliran gaya yaitu : gaya Turki, gaya Mesir, dan gaya Baghdad.

Keindahan Diwany terletak pada keluwesannya dan banyak menggunakan huruf huruf memutar. Diwany memiliki kreasi selanjutnya yang disebut diwany jaliy. Bentuk hurufnya mirip dengan diwany biasa, hanya saja hiasannya lebih "ramai". Penulisannya juga menggunakan pena berukuran lebih besar dan biasanya menggunakan 2 mata pena : pena besar untuk tulisan dan pena kecil untuk hiasan. Berikut contoh diwany biasa dan diwani jaliy :
Diwani
Diwany karya Taj Sirr Sayyid Ahmad.
Isinya hadis nabi : ayyuhan-naas inna lakum maálima fantahuu ilaa málimikum...dst
Diwani Jali
Diwani Jali indah sekali karya Jalal Amin Solih berisi kutipan hadis :
"kalimatani khofifatani alal-lisan tsaqilatani fil mizan...dst".

6.   Riq'ah

Adalah tulisan yang sangat indah, tetapi sangat sederhana dan mudah dipelajari. Rata rata khattaat menguasai tulisan gaya ini. Hanya saja, karena watak tulisannya yang bisa ditorehkan dengan cepat, kaligrafi ini jarang benar benar diberikan roh sebagai sebuah karya seni.

Yang pertama meletakkan kaidah kaidahnya adalah Musytasyar Mumtaz Bik seorang pengajar kaligrafi Sultan Abdul Majid Khan seorang raja Dinasty Usmani pada tahun 1280 H. Kemudian kaidah kaidahnya disempurnakan oleh Muhammad Izzat At-Turky. Ciri khas riq'ah adalah tidak menggunakan harokat dan hiasan. Berikut ini contohnya :
Riq'ah
Riqáh Karya Abdurrahman Yusuf Hamid.
Berisi petikan hadis nabi tentang sayyidul istighfar.

Enam Ragam tulisan ini adalah jenis jenis Kaligrafi Islam yang merupakan pilar utama kaligrafi. Tentu masih terbuka kesempatan untuk eksplorasi lebih lanjut  menemukan kreasi kaligrafi Islam terbaru dengan izin Allah swt.

Minggu, 01 November 2015

kata kata mutiara khikmah

Kumpulan Kata-kata Mutiara Hikmah Tentang Kaligrafi

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
QS Al-‘Alaq/96: 1-5

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
(QS Al-Qalam/68: 1)

Katakanlah: “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(QS Al-Kahf/18: 109)

“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
(QS Luqman/31: 27)

“Allah telah menciptakan nun, yakni dawat (tinta).”
(HR Abu Hatim dari Abu Hurairah)

Setelah Allah menciptakan nun, yakni dawat (tinta) dan telah menciptakan pula kalam pena), lantas Dia bertitah: “Tulislah!” Jawab kalam: “Apa yang hamba tulis?” Jawab Allah: “Tulislah semua yang ada sampai hari kiamat.”
(HR Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)

Yang mula-mula diciptakan Allah ialah kalam, lalu diperintahkan Allah supaya dia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “Apa yang mesti hamba tuliskan, ya Rabbi?” Allah menjawab: “Tulislah segala apa yang telah Aku takdirkan sampai akhir zaman.”
(HR Imam Ahmad bin Hanbal dari A-Walid bin Ubbadah bin Samit)

“Ikatlah ilmu dengan tulisan! Ilmu itu adalah buruan, tulisan adalah talinya”
(HR Tabrani dalam Al-Kabir)

“Ilmu adalah buruan, tulisan adalah talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kukuh!”
Imam Syafi’i)

Kepada orang yang mengeluhkan kesulitan hapalannya, Rasulullah SAW menasihatkan:
“Bantulah dengan tangan kananmu untuk memperkuat hapalanmu.”
HR Turmuzi)

“Khat yang indah menambah kebenaran semakin nyata.”
(HR Dailami dalam Musnad al-Firdaus)

“Di antara kewajiban orangtua atas anaknya adalah: mengajarinya menulis,
memperbagus namanya, dan mengawinkannya apabila telah dewasa.”
(HR Ibnu Najjar)

Kepada sekretarisnya Rasulullah SAW menyarankan:
“Apabila engkau menulis, taruhlah pulpenmu di telingamu, karena cara itu memberimu konsentrasi penuh.”
(HR Ibnu Asakir di dalam Tarikhnya)

Kepada sekretarisnya, Muawiyah ra, Rasulullah SAW menyarankan: “Tuangkan tinta, raut-miringkan pena, tepatkan posisi ba’, renggangkan sin, jangan sumbat mim, indahkanlah Allah,
panjangkan Ar-Rahman, dan baguskan Ar-Rahim.”
(HR Al-Qadi Iyad dari Ibnu Abi Sufyan dalam Al-Syifa’)

Kepada Abdullah Rasulullah SAW mengingatkan: “Wahai Abdullah, renggangkan jarak spasi, susunlah huruf dalam komposisi, peliharalah proporsi bentuk-bentuknya, dan berilah setiap huruf hak-haknya.”
(Al-Hadis)

“Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan warisannya adalah catatan dan tinta, ia niscaya masuk surga.”
(HR Dailami dalam Irsyad al-Qulub)

“Barangsiapa meraut pena untuk menulis ilmu, maka Allah akan memberinya pohon di syurga
yang lebih baik daripada dunia berikut seluruh isinya.”
(Al-Hadis)

“Khat /kaligrafi adalah tulisan huruf Arab tunggal atau bersusun yang berpedoman kepada keindahan sesuai dengan sumber-sumber dan peraturan-peraturan seni yang telah diletakkan dasar-dasarnya
oleh para tokoh di bidangnya.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Kaligrafi adalah tradisi yang diperindah gerakan jemari dengan pena
berdasarkan kaedah-kaedah khusus.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat/kaligrafi adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tatacara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
serta menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara menggubahnya.”
(Syeikh Syamsuddin al-Akfani dalam Irsyad al-Qasid bab “Hasyr al-Ulum”)

“Kaligrafi itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan, dan kelanggengannya pada pengamalan agama Islam.”
(Ali bin Abi Talib)

“Keindahan kaligrafi tersembunyi dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan
dan menyusun komposisi, dan kelanggengannya bagi seorang muslim adalah dengan
meninggalkan segala larangan dan menjaga salat, padahal asal-usulnya hanyalah
mengetahui huruf tunggal dan huruf sambung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Kaligrafi adalah arsitektur spiritual walaupun lahir dengan perabot kebendaan.”
(Euclides)

“Kaligrafi adalah ilmu ukur spiritual yang diekspresikan melalui peralatan material. Apabila engkau perbagus penamu, berarti kau perbagus kaligrafimu; namun apabila engkau abaikan penamu,
berarti telah kau abaikan kaligrafimu.”
(Aminuddin Yaqut al-Musta’simi dari Bani Abbas)

“Tulisan adalah lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.”
(Ubaidullah bin Abbas)

“Kaligrafi itu lembut seperti awan yang berarak-arakan dan gagah seperti naga yang sedang marah.”
(Wang Hsichih)

“Kaligrafi adalah pengikat akal pikiran.”
(Plato)

“Kaligrafi itu adalah akar dalam ruh walaupun lahir melalui peralatan materi.”
(Al-Nazzam)

“Pena bagi seorang penulis bagaikan pedang bagi seorang pemberani.”
(Ibnu Hammad)

“Akal manusia utama berada di ujung penanya.”
(Garar al-Hikam)

“Kalau bukan karena pena, dunia tidak akan berdiri, kerajaan tidak akan tegak.”
(Iskandar Zulkarnain dari Macedonia)

“Kaligrafi adalah lukisan dan bentuk harfiyah yang menunjukkan kepada kalimat yang didengar
yang mengisyaratkan apa yang ada di dalam jiwa.”
(Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah)

“Persoalan agama dan dunia berada di bawah dua hal: pena dan pedang. Pedang berada di bawah pena.”
(Raja-raja Yunani dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Apabila, suatu hari, para pahlawan pemberani bersumpah
Dengan pedang mereka sambil menghunuskannya:
Demi keagungan, demi kemuliaan.
Cukuplah pena penulis sebagai kemuliaan dan ketinggian sepanjang abad,
Sebagaimana Allah pernah bersumpah: demi kalam!”
(Abu al-Fath al-Busti dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Kaligrafi adalah produk kebudayaan yang menguat dengan kekuatan kebudayaan
dan melemah dengan lemahnya kebudayaan.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Apabila kata-kata merupakan makna yang bergerak, sebaliknya tulisan adalah makna yang bisu.
Namun, kendatipun bisu, ia melakukan perbuatan bergerak karena isinya yang mengantarkan penikmatnya kepada pemahaman.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Alquran adalah yang pertama kali mengangkat mercusuar kaligrafi Arab.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Alat kata-kata adalah lidah, sedangkan alat tulisan adalah pena atau kalam. Keduanya berbuat untuk kepentingan satu sama lain guna mengekspresikan makna-makna final.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Satu gaya kaligrafi sudah ditentukan secara ketat aturan-aturannya. Keserasian antar huruf, merangkai, komposisi, sentakan, bahkan jarak spasi mesti diukur dengan serasi. Jika tidak, hasilnya ngawur.”
(Prof. H.M. Salim Fachry, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Khusus bagi para pelukis yang kurang mengenal tulisan Arab dihimbau agar hendaknya meneliti lebih cermat khususnya ayat-ayat Alquran, juga teks-teks Arab lainnya sebelum digalok dengan lukisan mereka. Dengan demikian, tidak akan terjadi salah tulis atau kekeliruan imla’”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili ,nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Tulisan jelek, jika diikuti oleh kaedah imla’iyah yang betul masih bisa dimaafkan. Sebaliknya, jika kekeliruan terletak pada kaedah imla’iyah, maka itu barulah benar-benar suatu kesalahan. Bahayanya, jika itu terjadi pada penulisan ayat-ayat Alquran, sebab akan menyimpang dari arti yang sesungguhnya.”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Kaligrafi dianggap benar apabila memiliki lima prinsip disain, yaitu: taufiyah (selaras), itmam (tuntas, unity), ikmal (sempurna, perfect), isyba’ (paralel, proporsi), dan irsal (lancar, berirama).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Tata letak yang baik (husnul wad’i) kaligrafi menghendaki kepada perbaikan empat hal, yaitu: tarsif (formasi teratur seimbang, balance), ta’lif (tersusun, arranged), tastir (selaras, beres, regular), dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing saking indahnya, excellent).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Seperempat tulisan ada pada hitam tintanya,
Seperempat: indahnya hasil cipta penulisnya.
Seperempat datang dari kalam,
Engkau serasikan potongannya.
Dan pada kertas-kertas,
Muncul nilai keempat.”
(Senandung Putaran Empat Perempat dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis Jld. 7)

“Hendaknya kamu belajar kaligrafi yang bagus, karena dia termasuk kunci-kunci rezeki.”
(Ali bin Abi Talib)

“Pelajarilah kaligrafi yang betul,
Wahai orang yang memiliki akal budi,
Karena kaligrafi itu tiada lain
Dari hiasan orang yang berbudi pekerti.
Jika engkau punya uang,
Maka kaligrafimu adalah hiasan.
Tapi jika kamu butuh uang,
Kaligrafimu, sebaik-baik sumber usaha.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani)

“Kaligrafi adalah harta simpanan si fakir dan hiasan Sang Pangeran.
Betapa kerap kaligrafi benar-benar menambah kejelasan dengan kekuatan mengelokkan tinta.”
(Syair Arab dalam Disain Pelajaran Kursus Kaligrafi I)

“Kaligrafi akhirnya jadi lapangan bisnis yang luas dan mendapat tempat yang istimewa yang belum pernah dicapai sebelumnya, baik di kalangan periklanan, informatika, maupun brosur-brosur niaga
dan lembaga-lembaga non profit yang menyebar dengan aneka warna.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Muliakanlah anak-anakmu dengan belajar menulis, karena tulisan adalah perkara paling penting
dan hiburan paling agung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Seorang kaligrafer jenius melihat pada apa-apa yang tidak kelihatan oleh para kaligrafer biasa.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Kaligrafi, dia adalah lukisan huruf, posisinya tidak pernah mandek, bahkan terus berkembang menyusuri waktu. Maka, kita sekarang tidak lagi menulis khat Kufi primitif yang ditulis orang Arab dulu-dulu.
Kita telah terbiasa dengan tulisan yang telah banyak berkembang melintasi
masa-masa Islam yang saling berganti.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Saya tidak mau menghambat dinamika atau dynamic dari kaligrafi, form of kaligrafi itu. Tetapi saya bisa bebas dengan hanya menggambar karakter huruf itu saja, ada yang melengkung, ada yang tegak, ada yang ke kiri, ada yang ke kanan, dengan titik, dengan lengkungan-lengkungan yang sangat ekspresif.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Dengan mengambil tulisan Arab itu, sudah dibawa kita kepada ikon tertentu, dunia tertentu,
yaitu spiritual, meditatif, kontemplatif….”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Huruf bagi saya adalah materia hidup yang saya olah sekehendak saya kapan saya mau.”
(Naja al-Mahdawi dari Tunisia dalam Fikrun wa Fannun)

“Semua huruf, bila engkau perhatikan,
Maka bagian-bagiannya tersusun dari noktah.
Bentuk seluruh huruf terambil
Dari satu bentuk alif yang dibolak-balik.
Sehingga engkau lihat bangunannya
Memiliki rumus-rumus yang menyeluruh.
Maka, pandanglah dengan mata hati
Supaya engkau memperoleh pelajaran.”
(Syair Arab dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Melukis bagi saya adalah hiburan. Apalagi saat huruf-huruf Alquran itu senyawa dengan cat, terasa ada nilai plus dan kenikmatan luarbiasa. Lebih nikmat daripada sekedar curat-coret dengan tinta cina hitam di atas kertas putih. Saya sadar, seorang khattat harus juga seorang pelukis. Harus….”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Sesungguhnya aku melukis kaligrafi dan tidak menulisnya.”
(Muhammad Sa’ad Haddad dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“So, I sacrified myself, saya batasi ekspresi-ekspresi bebas saya itu, tapi saya kembalikan kepada nilai-nilai yang saya bisa gali secara lebih banyak dan secara lebih berbobot dari Alquran itu sendiri…. Saya menanam ke dalam lukisan-lukisan suatu konsep berfikir atau suatu nilai-nilai lain yang filosofis, yang membuat orang itu bisa lebih menikmatinya. Aesthetic pleasure dan ethical pleasure together.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Tampilan kaligrafi harus hidup dan bergerak, sebagaimana sebagian huruf ingin saling rangkul atau bebas ketika sedang berpegangan atau saling sokong satu sama lain. Apabila bentuknya miskin dari sifat dinamis tersebut, menjadilah ia kering dan membosankan mata. Sebaliknya, engkau pasti ingin melihat yang bentuknya menyenangkan, sangat elok, atau memberi kesan penuh khayal.”
(Hassan Massoudy dari Perancis dalam Hassan Massoudy Calligraphe)

“Sebuah lukisan akan memiliki nilai plus dengan penyusupan unsur kaligrafi ke dalamnya. Jika temanya ayat-ayat Alquran, maka nilai plus itu akan terasa semakin agung, karena memancarkan pesan-pesan suci yang dalam yang dapat dijadikan bahan renungan, baik oleh pelukis maupun orang lain yang jadi peminatnya.”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Keindahan kaligrafi adalah anugerah Allah dan setiap kaligrafer telah mendapatkan bagiannya masing-masing berdasarkan pembagian Allah. Maka, tidak boleh saling bertarung dengan karya orang lain atau mengejek akibat salah paham, karena itu semua adalah bagiannya yang diterimanya dari Allah.”
(Sayid Abdul Kadir Abdullah bergelar Haji Zaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Aku melihat bahwa manusia tidak menggores suatu tulisan di suatu hari, kecuali besoknya berkata: Kalau ini dirubah tentu lebih baik, kalau ditambah ini dan itu pasti lebih bagus lagi, kalau ini yang didahulukan mungkin lebih afdal, bila ini ditinggalkan pasti lebih indah. Ini ungkapan paling sering,
dan hanya menunjukkan rasa kekurangan pada kebanyakan manusia.”
(Al-Imad al-Asfahani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Prestasi seni rupa Muslim yang sukses luarbiasa, terbesar dan paling akrab dengan jiwa kaum Muslim adalah kaligrafi (seni menulis indah). Kaum Muslimin memilih kaligrafi sebagai media utama pernyataan rasa keindahannya karena tak ada bentuk seni lainnya yang mengandung abstraksi yang demikian lengkap dan mutlak.”
(Isytiaq Husain Quresyi dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Kaligrafi adalah kebun raya ilmu pengetahuan.”
(Abu Dulaf al-‘Ajli dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Kaligrafi adalah seni suci, karena dengan kaligrafi inilah Alquran, wahyu Allah diteruskan kepada manusia…. Kaligrafi Arab juga mempunyai makna estetis ikonographis dalam seni peradaban Islam.”
(M. Abdul Jabbar Beg dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Pena adalah kendaraan kecerdikan. Dengan tangis pena, buku-buku tersenyum.”
(Al-Utabi dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tetesan airmata seorang gadis cantik di pipinya tidaklah lebih indah daripada tetesan tinta di pipi buku.”
(Ahmad bin Yusuf dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Jangan kalian sangka bahwa keindahan kaligrafi membahagiakan saya,
Tidak pula kedermawanan kedua telapak tangan Si Hatim Al-Tha’i.
Saya hanya membutuhkan satu hal,
Yaitu untuk memindahkan noktah huruf kha’ kepada tha’.”
(Syair Arab dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
Khat=tulisan, hazh=penghasilan

“Wahai para penulis, berlomba-lombalah dalam memperindah aspek-aspek sastra, pahamilah agama, mulailah dengan mempelajari ilmu kitab Allah lalu bahasa Arab, karena ia menjadi pemanis bahasamu, kemudian perbaikilah tulisanmu karena ia sebagai penghias kitab-kitabmu, riwayatkanlah syair-syair, kenalilah keunikan dan makna-maknanya, kenalilah hari-hari orang Arab dan non Arab, kejadian-kejadian dan perjalanan hidup mereka karena yang demikian akan mendukung tercapainya cita-citamu.”
(Abu Hamid al-Katib, wasiat kepada orang-orang seprofesinya dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Di dalam kebenaran ada kebaikan dan keindahan, di dalam keindahan ada kebenaran dan kebaikan.”
(Dany Huisman dalam ‘Ilm al-Jamal)

“Alquran turun bukan berdasarkan huruf, tapi bunyi. Sedangkan huruf-hurufnya datang dan dimodifikasi setelah Alquran turun. Dan huruf itu mengikuti pola-pola bunyi, bukan bunyi mengikuti huruf. Maka, huruf berhak untuk diubah-ubah, sementara bunyi Alquran tidak bisa diubah-ubah. Sekiranya mazhab-mazhab kaligrafi itu bertambah subur, maka itulah kondisi yang lebih bagus.”
(D. Sirojuddin AR dalam Jurnal Islam 2001)

“Kaligrafi, agaknya, sangat mudah membias pada seluruh karya seni bahkan segala perabotan yang serba Islami. Dan, anak-anak muda seperti sangat ‘keranjingan’ terhadap kegiatan yang serba kaligrafi.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Karena tulisan itu mempunyai dua aspek: aspek komunikatif dan aspek ekspresif…. Kedua aspek ini dalam sebuah lukisan saya menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan…. Keduanya simultan lahir di dalam kanvas dan saling mendukung secara struktur.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Penjelasan di lidah, kaligrafi di penjelasan. Kaligrafi adalah salahsatu dari dua lidah, keindahannya adalah salahsatu dari dua kefasihan. Sungguh mengagumkan: pena minum kegelapan dan melafalkan cahaya.”
(Abdul Hamid al-Katib dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Kaligrafi adalah lidahnya tangan, kecantikan rasa, duta akal, penasihat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, kawan bicara jarak jauh, penyimpan rahasia, dan gudang rupa-rupa permasalahan.”
(Ibrahim bin Muhammad al-Syaibani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Seorang penulis kaligrafi membutuhkan atribut, di antaranya adalah bagusnya rautan kalam, pemanjangan ruasnya, tingkat kemiringan potongannya; kepiawaiannya menggoyang jemari, menorehkan tinta menurut kadar kelebaran huruf, menjaganya dari kekosongan tinta, penutulan tanda baca pada khat serta peneraan noktah untuk teks, sampai keserasian goresan dan manisnya penggalan sub-sub.”
(Al-Hasan bin Wahab dalam Falsafatu al-Fann ‘inda al-Tauhidi)

“Agama Islam melarang untuk merepresentasikan wajah Allah atau Nabi Muhammad dan tubuh manusia dalam beberapa situasi. Karena itu, kaligrafi menjadi elemen dekorasi paling dasar
di masjid dan seluruh monumen yang lain.”
(Georges Jean dalam Writing The Story of Alphabets and Scripts)

“Seorang kaligrafer sebaiknya mengerti bahasa Arab. Pemahaman bahasa Arab itu menjadi lebih penting, karena hampir semua kaligrafer, dengan sendirinya, akan berhubungan dengan Alquran.
Salah titik saja, bisa berakibat fatal.”
(D. Sirojuddin AR dalam Republika 1995)

“Tidak hanya menggoreskan pena atau mencampur warna, saya juga telah menganggap khat sebagai ilmu pengetahuan yang harus ditekuni dengan sepenuh hati dan akal. Ternyata, yang saya temukan hanyalah pertanda bahwa ilmu Allah itu memang tidak pernah kering.”
(D. Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Gagasan untuk menggoreskan pena atau kuas seakan-akan tidak habis-habisnya. Terus-menerus terbuka kemungkinan baru untuk berekspresi. Huruf-huruf Arab seakan menjadi materi hidup
yang sangat plastis dan acapkali di luar perhitungan.
Di depan kanvas, saya seolah-olah berada di tengah padang yang tak bertepi.”
(Didin Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Kaligrafi kekal sepanjang masa setelah kepergian penulisnya,
meskipun penulis kaligrafi terpendam di bawah tanah.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Telah pupus raja kaligrafi,
Pena-pena melipatkan benderanya karena duka atas kepergiannya.
Dan melipatgandakan keluh tempat berpijak,
Setelah kemegahan lama tergenggam di tangannya.
Karena itu telah kukatakan di dalam tarikhnya:
Zuhdi telah meninggal, semoga rahmat Allah atasnya.”
(Syair atas kepulangan al-khattat Abdullah Zuhdi dari Turki Usmani dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Pabila setengahmu hapus nyawa nangislah sisanya,
Sebab satu sama lain akrab senantiasa.
Bukan ku ‘lah muak hidup di dunia
Tapi, kepalang kudipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta.
Kujual kepada mereka agamaku dengan duniaku,
Namun mereka halau aku dari dunia mereka
Sesudah mereka gasak agamaku.
Kugoreskan kalam sekuat tenagaku ‘tuk melindungi nafas-nafas mereka.
Duhai malangnya…. bukannya mereka melindungiku!
Tiada ni’mat dalam hidup ini
Sesudah senjata kananku pergi tiada arti.
Duh hayatku nan malang tangan kananku telah hilang.
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.”
(Ibnu Muqlah sesudah tangan kanannya dipotong karena fitnah dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Dengan bisa membaca dan bisa menulis itu, sebenarnya manusia tidak boleh bodoh. Manusia itu harus bisa mengembangkan pengetahuan. Harus mempergunakan otaknya…. harus mempergunakan akalnya supaya selalu memperbaiki keadaan. Meningkatkan (kualitas) nilai yang ada dalam kehidupan ini.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Kaligrafi secara umum memiliki tiga sifat yang berturut-turut tergantung kepentingannya, yaitu: jelas bacaannya, mudah menuliskannya, dan indah tampilannya.”
(Habibullah Fada’ili dari Syria dalam Atlas al-Khat wal Khutut)

“Kaligrafi termasuk unsur rupaka dilihat dari watak-wataknya secara umum yang menentukan kesanggupannya mengekspresikan gerak dan akumulasi. Gerak di sini adalah gerak-gerak tarian orisinal secara bebas. Sedangkan akumulasi atau penyusunan huruf sebagai unsur ornamen tergambar dalam tipe-tipe menukik, memutar, bergerak berkeliling secara bebas, dan menyentak.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Di antara kesempurnaan tulisan adalah saat penulis membebaskan tempat-tempat
yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam membaca.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Setiap kali aku menggores sebuah baris, hilanglah satu baris dari umurku.”
(Sayid Ibrahim dari Mesir dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tangan kaligrafer menuntunnya ke surga karena menulis ayat-ayat Alquran.”
(Mus’ad Mustafa Khudir al-Bursaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master kaligrafi Islam)

“Seorang khattat, ketika pikirannya sedang kosong saat berkarya, ia mengembalikan pandangan kepada tulisannya secara bebas, hingga dapat melihatnya dengan gambaran yang bukan gambaran sebelumnya dan mampu menilai sendiri tulisan dan dirinya.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Kehadiran sanggar-sanggar dan aktivitas kaligrafi yang tambah semarak menuntut kehadiran para guru dan pembina kaligrafi yang profesional. Guru atau pembina yang ‘sekedar bisa’ atau ‘asal tahu’, untuk saat ini, sudah tidak memenuhi syarat lagi karena akan terseret-seret oleh anak-anak muda
yang terus bergerak maju.”
(D. Sirojuddin AR dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Kaligrafi Arab merupakan jenis tulisan yang elastis, tampil dengan bentuk keindahan yang sensitif. Seperti dalam kaligrafi Cina, seorang kaligrafer dalam seni khat memiliki daya sensitivitas yang tinggi di samping kepandaian teknik menulis. Maka, nilai pribadi seniman tampak pada setiap jenis karya seni khat yang menjadi sumber pertumbuhan dari gaya dalam kaligrafi Arab.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Haruslah lahir nuansa-nuansa baru yang memperkuat penciptaan yang lebih menyeluruh, sehingga kelenturan kaligrafi dapat dibuktikan dalam kemungkinan-kemungkinan mengolah dari visi-visinya yang pusparagam. Arus perkembangan ini akan bergerak terus tanpa bisa dibendung.”
(D. Sirojuddin AR dalam Dinamika Kaligrafi Islam)

“Yang pertamakali menerakan Basmalah di awal tulisannya adalah Nabi Sulaiman as. Orang-orang Arab sendiri dalam pembuka kitab-kitabnya mengucapkan Bismika Allahumma hingga turun ayat dalam surat Hud Bismillahi majreha wa mursaha, maka Rasulullah SAW pun menuliskannya sampai turun ayat Qul ud’ullaha awid’ur Rahmana… dalam surat Al-Isra’ atau Bani Isra’il. Setelah itu, turunlah ayat Innahu min Sulaimana wa innahu Bismillahir Rahmanir Rahim yang selanjutnya menjadi amalan yang disunnahkan.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Seni iluminasi adalah jembatan antara seni kaligrafi dan seni lukis. Walaupun berhubungan dengan kaligrafi, seni lukis (di dunia Islam) dianggap seni yang lamban dan kedudukan pelukis tidaklah
seranking dengan kaligrafer.”
(Philip Bamborough dalam Treasure of Islam)

“Kaligrafi itu seperti lukisan atau musik yang menuntut kesiapan khusus yang tidak bisa diterima oleh
semua orang. Di antara seribu kaligrafer Turki, paling-paling bisa kita sebut sepuluh orang
yang memiliki keunggulan dalam keindahan kaligrafinya.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Kaligrafi disebut bagus apabila bentuk-bentuk hurufnya indah, dan disebut buruk
apabila bentuk-bentuk hurufnya jelek.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Keindahan kaligrafi Arab lebih banyak berbicara pada hiasan arsitektur. Kemegahan masjid-masjid besar di negara-negara Islam tidak hanya terletak pada konsep disain arsitekturnya,
tetapi juga pada nilai dekoratifnya.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Kita dapat memastikan, bahwa membentuk seorang kaligrafer lebih sulit daripada membentuk seorang pelukis. Meskipun pelukis telah mencapai tingkat kemampuan, ia takkan sanggup meniru sebuah karya kaligrafi yang indah apabila belum menguasai kaedah penulisan khat yang benar.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Bagusnya rautan kalam adalah setengah khat, dan mengetahui tatacara memotongnya adalah setengah sisanya. Karena sesungguhnya, setiap gaya khat mempunyai potongan tersendiri.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Barangsiapa kurang bagus caranya menorehkan tinta, meraut dan memotong kalam, memposisikan kertas, dan mengatur gerakan tangan waktu menulis, berarti dia sedikit pun tidak mengerti cara menulis.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Penguasaan khat adalah indahnya rautan.”
(Ibnu Muqlah dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat seluruhnya adalah kalam.”
(Al-Dahhak bin Ajlan dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

kumpulan khat

Kumpulan Khat Naskhi

Kumpulan Khat Naskhi terbaru

Kumpulan Khat Naskhi 2013

Kumpulan Khat Naskhi yang bagus

khat naskhi

 
Cara Membuat Kaligrafi Untuk Pemula (Khat Naskhi)
Nama : Muhammad abduh jadid (3101 1102 1776)
Ria nur handayani (3101 1102 1780)
Menyebut kaligrafi tentunya akan terbayang dibenak kita tulisan arab yang indah. kami akan sedikit membahas tentang khat kaligrafi arab dengan bahasa yang sederhana. Khat adalah bentuk, alur dan model huruf dari sebuah tulisan arab yang dikarang oleh para khathat dari jaman dahulu yang kebanyakan dari timur tengah. Bertujuan untuk mempermudah. memperindah dalam menulis dan membaca huruf arab.
Namun perlu diingat khat ini adalah sekedar seni dari model huruf arab jadi bukan bagian dari agama. Oleh karena itu dalam menulis atau melukis kaligrafi arab tidak wajib harus menggunakan khat yang dikarang atau di buat oleh seniman seniman terdahulu. Yang terpenting dalam menulis dan melukis kaligrafi arab ini adalah tidak merubah makna dari kaidah huruf dan bahasa arab. Jadi anda juga boleh berkreasi dengan huruf-huruf arab tersebut asal jangan sampai merubah makna dan artinya.
Jadi apabila anda ingin membuat atau menulis indah kaligrafi arab dengan mengambil cuplikan dari Al-
Qur’an dan Hadist, sebaiknya anda perlu memahami arti dari kalimat yang
akan anda tulis dalam kaligrafi arab tersebut sehingga tidak menghilangkan atau menambah hurf yang akan merubah makna dari ayat tersebut. Dengan memahami arti dan makna dari ayat-ayat yang kita tulis, selain akan menghasilkan karya yang indah semoga kita dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai peningkatan amal dan ibadah kita.
Mengenal khat kaligrafi arab, Ada bayak macam khat yang telah dibukukan oleh para seniman kaligrafi, dibawah ini saya hanya memberikan beberapa contoh dari khat-khat kaligrafi arab tersebut diantaranya :
o
KHAT KHAOUFI
 Khat dari kaligrafi arab jenis ini banyak menggunakan penggaris untuk menulisnya karena sebagian besar hurufnya menggunakan garis lurus